Mimpi Tukang Parkir yang Berhasil Menggoyang Indonesia

Sumber foto: Instagram @ndxakatv

Popularitas musik dangdut koplo telah membawa NDX AKA atau NDX A.K.A Yogyakarta menuju puncak popularitas. Grup yang menggabungkan unsur hiphop dan dangdut ini tampil secara konsisten di berbagai festival musik dan mendapat banyak dukungan dari penikmat musik.

Mengutip dari laman Liputan6.com, grup asal Jogja ini telah membangun basis penggemar yang besar, dengan sebutan “Familia” untuk penggemar pria dan “Lady Fams” untuk penggemar wanita. Kesuksesan mereka tidak datang begitu saja, melainkan melalui kerja keras dan tekad yang kuat.

Menariknya, dua anggota grup, Yonanda Frisna Damara (DNX) dan Fajar Ari (PJR Michropone), dulunya bekerja sebagai kuli bangunan dan tukang parkir di Lempuyangan. NDX AKA adalah singkatan dari nama Nanda (Yonanda) dan “X” yang merujuk pada unsur ekstrem dalam menggabungkan hiphop dan dangdut. “A.K.A” adalah singkatan dari “As Known As” atau alias.

Perjalanan NDX dimulai dengan bayaran hanya Rp75 ribu di panggung pertama mereka. Mereka juga menghadapi tantangan seperti kesulitan akomodasi saat tampil di acara. Namun, semangat mereka tidak kendur, dan mereka terus berkembang.

“Dulu main pertama kali di acara desa di belakang TVRI. Itu dikasih honor Rp75 ribu. Ya saya terima aja, itu besar menurut saya,” ungkap Nanda, beberapa waktu lalu.

Hingga saat ini, NDX telah merekam puluhan lagu dengan mayoritas berbahasa Jawa. Mereka membagikan semua karya mereka melalui situs Reverbnation. Meskipun tidak semata-mata untuk mencari uang, visi dan tujuan yang kuat mendorong mereka menolak tawaran dari enam label besar di Jakarta.

“Kalau di Reverbnation memang nggak dapet royalti. Tapi nggak apa-apa. Biar masyarakat menengah ke bawah bisa mendengarkan lagu kami secara gratis,” lanjut Nanda.

Pilihan mereka untuk menggabungkan hiphop dan dangdut berasal dari ketertarikan pribadi terhadap kedua genre musik tersebut. Lirik lagu-lagu mereka mencerminkan pengalaman pribadi dan tema patah hati yang diambil dari kehidupan sehari-hari mereka.

“Kami memang suka hip hop sama dangdut. Lalu, lagu kami banyak soal patah hati. Jadi, lagu patah hati kalau dinyanyikan dengan gaya ini bisa tetap joget,” terang Nanda.

Puncak perjalanan karier mereka terjadi pada tahun 2014, ketika lagu “Bojoku Digondol Bojone” membawa nama NDX ke tingkat kesadaran yang lebih luas di Jogja, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Lagu-lagu seperti “Terminal Giwangan,” “Kimcil Kepolen,” “Sayang,” dan lainnya juga menjadi favorit di pulau Jawa.

Lirik yang jujur dan autentik adalah senjata utama NDX. Dari bayaran awal mereka yang rendah, Nanda dan Fajar sekarang menjadi kaya. Bayaran mereka mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah per penampilan di luar kota, dengan jadwal panggung hingga 12 kali dalam sebulan.

Prestasi lainnya termasuk penghargaan dari Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta dan penghargaan Tokoh Muda Inspiratif dari Bupati Sleman. Salah satu lagu mereka, “Apa Kabar Mantan?,” masuk nominasi Lagu dengan Bahasa Daerah Paling Ngetop di SCTV Music Award 2022, dan mereka juga meraih penghargaan AMI Awards untuk “Duo/Grup/Dangdut/Dangdut Kontemporer Terbaik.”

NDX AKA juga tampil di Java Pop Festival, sebuah acara musik bergengsi di Jakarta pada Juli 2023, bersama dengan musisi pop Jawa terkemuka lainnya.

Perasaan mereka terhadap musik Jawa mendalam, terutama ketika musisi terkenal Didi Kempot meninggal pada 2020. Mereka menghormatinya dengan menciptakan lagu “Selamat Jalan Pakde Didi Kempot.” Lagu ini berbahasa Jawa dan mencerminkan rasa hormat mereka terhadap warisan musiknya.

Mereka menjelaskan bahwa lagu tersebut tidak digunakan untuk kepentingan komersial, dan jika keluarga meminta lagu tersebut, mereka siap untuk memberikannya secara lengkap.

“Sudah saya upload di YouTube dengan tidak di-monetize. Jadi memang ini benar-benar persembahan saya untuk Pakde. Kalau ada keluarganya yang ingin lagu ini dibuat secara full pun, saya terbuka,” tutupnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here